Kuninganmerupakan logam dari percampuran antara tembaga dan seng. Pada logam kuningan terdapat seng atau variasi unsur lain. Campuran-campuran tersebut menghasilkan beragam sifat dan variasi warna pada kuningan. Warna seng cenderung kemerah-merahan agak kuning, tergantung kadar kandungan seng di dalamnya.
Sebelum berinvestasi emas, sebaiknya kamu mengetahui tentang jenis-jenis emas. Selain bisa dibedakan antara emas batangan dan emas perhiasan, emas juga bisa dilihat dari kandungan atau campurannya. Campuran emas dengan logam lainnya inilah yang kemudian membuat warna emas menjadi berbeda-beda. Jika emas murni berwarna kuning, saat ini ada beberapa warna emas lain yang lebih cocok untuk dipakai sebagai perhiasan. Pencampuran emas dengan logam lain dilakukan karena emas memiliki sifat unik. Semakin tinggi kemurnian emas, maka semakin lunak logamnya. Untuk menjadikan emas perhiasan lebih tahan lama, maka emas dicampurkan dengan logam lain. Ukuran kemurnian emas itulah yang disebut dengan karat. Karat menunjukkan tingkat keaslian emas atau jumlah kandungan kemurnian emas. Kadar 24 karat dinyatakan sebagai emas murni. Jadi emas dengan kadar 12 karat berarti tingkat kemurniannya 212/24 X 100% atau sekitar 50%. Jika kamu memiliki emas 12 karat seberat 10 gram, maka kandungan emas murninya 12/24 x 10 gram sama dengan 5 gram. Emas murni memiliki karat sebesar 24, sedangkan emas campuran bervariasi mulai dari 23 karat hingga terendah 6 karat. Sebagai aset investasi, emas akan memiliki nilai lebih tinggi jika tingkat kemurniannya lebih besar. Sedangkan untuk emas perhiasan, harga produknya akan memperhitungkan dua hal, harga kandungan emas dan logam campuran ditambah dengan biaya pembuatan dan nilai seni dari produk itu sendiri. Pencampuran emas dengan logam lain itulah yang menyebabkan emas memiliki warna yang bermacam-macam. Jika warna kuning emas tercipta dari campuran emas murni dan perak murni dalam perbandingan tertentu, maka warna emas yang lain sangat tergantung dari campuran logam yang dipakai. Inilah warna-warna tersebut. 1. Emas putih Emas putih Foto Shutterstock Emas putih menjadi salah satu warna emas yang paling familiar dibandingkan warna yang lain. Untuk mendapatkan warna putih, maka emas murni dicampurkan dengan perak, timah, atau nikel. Dari pencampuran itu akan tercipta warna putih keperakan. Baca juga Enak Mana? Investasi Reksa Dana di BukaReksa atau Emas di BukaEmas 2. Emas abu-abu Emas abu-abu Sumber foto UBS Jika emas putih dihasilkan dari campuran emas murni dengan perak, timah, atau nikel, maka emas abu-abu dihasilkan dari campuran emas murni, tembaga, dan besi. Walau warnanya hampir sama, namun emas putih lebih mengkilap dan emas abu-abu tidak. Baca juga Tips Berinvestasi Emas via Pegadaian 3. Emas merah muda Emas merah muda Foto Shutterstock Pencampuran emas murni dengan tembaga akan mendapatkan warna emas merah muda atau sering disebut rosegold. Warnanya yang unik dan menarik, membuat perhiasan emas warna merah muda banyak diminati kaum perempuan sehingga harga cukup mahal. Baca juga Intip Kerugian saat Berinvestasi Emas via Kredit 4. Emas biru Ilustrasi emas biru Foto Shutterstock Seperti emas hijau, emas biru terbuat hanya dari dua campuran logam yaitu besi murni dengan emas murni. Baca juga Simak Keuntungan Membeli Emas dengan Cara Mencicil 5. Emas hijau Ilustrasi emas hijau Foto Shutterstock Emas hijau dihasilkan dari pencampuran emas murni 24 karat dengan perak murni, kadmium, dan tembaga. Baca juga Memahami 3 Jenis Investasi Emas 6. Emas ungu Ilustrasi emas ungu Foto Shutterstock Untuk membuat emas ungu dibutuhkan emas murni dan aluminium. Campuran ini akan menghasilkan warna ungu keemasan yang cantik sehingga produk olahan ini selalu dicari oleh masyarakat. Baca juga Yuk, Kenali Risiko Berinvestasi Emas 7. Emas cokelat Ilustrasi emas coklat Sumber foto UBS Coklat emas berasal dari campuran emas murni, paladium, dan perak murni. Baca juga Milenial, Cermati Hal Ini Sebelum Berinvestasi Emas di Pegadaian 8. Emas jingga Ilustrasi Sumber foto Orori Warna jingga pada emas tercipta dari campuran emas murni, perak murni, dan tembaga. Jika kemudian kamu ingin agar emas kamu berwarna lebih jingga, maka kamu harus menambahkan tembaga atau mengurangi komposisi perak murni. Jika kamu berniat menggunakan emas sebagai alat investasi, maka sebaiknya menyimpan emas batangan. Sebab untuk jangka panjang, kenaikan nilai emas batangan akan lebih tinggi dibandindingkan emas perhiasan. Apalagi tidak semua toko emas mau membeli emas warna-warni, kecuali emas putih dan kuning.
Beberapaunsur logam di antaranya besi, emas, perak, platina, dan . Emas (aurum), tembaga (cuprum), perak (argentum), dan raksa . Logam ini terjadi secara alamiah dalam bentuk murni, bentuk bebas (perak asli), sebagai paduan dengan emas dan logam lainnya, dan dalam mineral seperti .
Tembaga dalam Pengecoran Logam – Tembaga adalah unsur kimia dengan nomor atom 29 dan nomor massa 63,54, merupakan unsur logam, dengan warna kemerahan. Unsur ini mempunyai titik lebur Celcius dan titik didih C. dikenal sejak zaman prasejarah. Tembaga sangat langka dan jarang sekali diperoleh dalam bentuk murni. Mudah didapat dari berbagai senyawa dan mineral. Penggunaan tembaga yaitu dalam bentuk logam merupakan paduan penting dalam bentuk kuningan, perunggu serta campuran emas dan perak. Banyak digunakan dalam pembuatan pelat, alat-alat listrik, pipa, kawat, pematrian, uang logam, alat-alat dapur, dan industry. Senyawa tembaga juga digunakan dalam kimia analitik dan penjernihan air, sebagai unsur dalam insektida, cat, obat-obatan dan pigmen. Kegunaan biologis untuk runutan dalam organism hidup dan merupakan unsur penting dalam darah binatang berkulit keras. Sifat-sifat Tembaga Produksi tembaga sebagian besar dipergunakan dalam industri kelistrikan, karena tembaga mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Kotoran yang terdapat dalam tembaga akan memperkecil/mengurangi daya hantar listriknya. Selain mempunyai daya hantar listrik yang tinggi, daya hantar panasnya juga tinggi; dan tahan karat. Oleh karena itu tembaga juga dipakai untuk kelengkapan bahan radiator, ketel, dan alat kelengkapan mempunyai sifat dapat dirol, ditarik, ditekan, ditekan tarik dan dapat ditempa meleable. Manfaat Penggunaan Tembaga Sebagai bahan untuk kabel listrik dan kumparan dinamo. Paduan logam. Paduan tembaga 70% dengan seng 30% disebut kuningan, sedangkan paduan tembaga 80% dengan timah putih 20% disebut perunggu. Perunggu yang mengandung sejumlah fosfor digunakan dalam industri arloji dan galvanometer. Kuningan memiliki warna seperti emas sehingga banyak digunakan sebagai perhiasan atau ornamen-ornamen. Sedangkan perunggu banyak dijadikan sebagai perhiasan dan digunakan pula pada seni patung. Kuningan dan perunggu berturut-turut seperti yang tertera pada gambar. Mata uang dan perkakas-perkakas yang terbuat dari emas dan perak selalu mengndung tembaga untuk menambah kekuatan dan kekerasannya. Gambar mata uang yang terbuat dari emas. Sebagai bahan penahan untuk bangunan dan beberapa bagian dari kapal. Serbuk tembaga digunakan sebagai katalisator untuk mengoksidasi metanol menjadi metanal. DAERAH PENGHASIL TEMBAGA Potensi Tembaga Indonesia Dalam dunia pertambangan, Indonesia memang dikenal sebagai negara yang kaya dengan kandungan mineral yang siap diangkat kapan saja. Indonesia menempati posisi produsen terbesar kedua untuk komoditas timah, posisi terbesar keempat untuk komoditas tembaga, posisi kelima untuk komoditas nikel, posisi terbesar ketujuh untuk komoditas emas, dan posisi kedelapan untuk komoditas batubara. Berbagai macam bahan tambang tersebar di Indonesia dari sabang sampai merauke banyak kita temukan tambang-tambang yang mengeksploitasi sumberdaya alam Indonesia mulai dari emas, timah, tembaga, perak, intan, batubara, minyak, bauksit, dan lain – lain, semuanya terdapat di Indonesia. Cadangan tembaga Indonesia sekitar 4,1% dari cadangan tembaga dunia, dan merupakan peringkat ke-7 sedangkan dari sisi produksi adalah 10,4% dari produksi dunia dan merupakan peringkat ke-2. Daerah-daerah penghasil tembaga di Indonesia diantaranya Cikotok JawaBarat Kompara Papua Sangkarapi Sulawesi Selatan Tirtamaya Jawa Tengah Selain itu, terdapat juga di daerah Jambi dan Sulawesi Tengah. Sekilas Mengenai Tembaga Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu Latin cuprum. Logam ini merupakan penghantar listrik dan panas yang baik. Penggunaan tembaga dapat dilacak sampai 10,000 tahun yang lalu. Sebelum tembaga, diperkirakan hanya besi dan emas, logam yang terlebih dahulu digunakan manusia. Menurut data tahun 2005, Chili merupakan penghasil tembaga terbesar di dunia, disusul oleh AS dan Indonesia. Tembaga dapat ditambang dengan metode tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Kandungan tembaga dinyatakan dalam % persen. Jadi jika satu tambang berkadar 2,3%, berarti dari 100 kg bijih akan dihasilkan 2,3 kg tembaga. Selain sebagai penghasil tambang tembaga terbesar juga dipunyai Chili. Tambang itu bernama Chuquicamata, terletak sekitar km sebelah utara ibukota Santiago. Sedang tambang tembaga terbesar di Indonesia adalah yang diusahakan oleh PT Freeport Indonesia di area Grasberg, Papua. Saat ini Grasberg ditambang dengan metode tambang terbuka. Namun karena kedalaman bukaan yang semakin besar, sekitar tahun 2015, cara penambangan akan diubah menjadi tambang bawah tanah. Jika semua terwujud, Grasberg akan menjadi salah satu tambang bawah tanah terbesar di dunia. Tembaga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dari komponen listrik, koin, alat rumah tangga, kerajinan tembaga, hingga komponen biomedik. Tembaga juga dapat dipadu dengan logam lain hingga terbentuk logam paduan seperti perunggu atau monel dan menjadi sebuah kerajinan tembaga. Namun mesti pula berhati-hati akan sifat racun logam ini. Ini dapat terjadi ketika tembaga menumpuk dalam tubuh akibat penggunaan alat masak tembaga. Kelebihan unsur Cu dapat merusak hati dan memacu sirosis. Paduan Tembaga Paduan Tembaga telah berkurang penggunaannya dari pada waktu yang lampau. Harga tembaga yang meningkat dengan cepat, ditambah lagi denga kenyataan bahwa kualitas bahan murah yang lain telah meningkat akhir-akhir ini. Telah mengurangi penggunaan paduan tembaga untuk beberapa itu teknik pembuatannya telah diperbaiki sehingga menyebabkan bahan kurang ductile dapat dipakai, karena itu baja ringan kualitasnya baik yang sering digunakan. Tembaga membentuk larutan padat dengan unsur logam lain dalam daerah yang luas dan dipergunakan untuk berbagi keperluan, dan macam-macam paduan pada tembaga antara lain 1 Perunggu Perunggu mempunyai kadar tembaga Cu 70-78 %, timah putih Sn 22-44 % dan selain itu campuran tambahan lain seperti Seng Zn, Timbel Pb, Aluminium Al dll. Perungu ialah paduan kepal atau paduan tuang yang tahan terhadap korosi. Selain itu mempunyai daya luncur dan daya hantar yang baik untuk arus listrik. 2 Perunggu Bebas Seng Perunggu bebas seng yang dinamakan juga perunggu timah, yaitu perunggu tuang dari Cu ditambah 10%, 14%, atau 20% Sn tanpa campuran tambahan lain. Bahan itu digunakan untuk pentil yang harus mempunyai syarat tinggi terhadap korosi dan ketangguhan 10% Sn. Selain itu pada bantalan harus mempunyai syarat-syarat tinggi untuk sifat luncur 14% Sn dan unutuk bantalan-bantalan tekan dengan syarat tinggi untuk kekerasan 20 % Sn . 3 Perunggu Bebas Seng Paduan Kepal Mempunyai 1,5 % sampai setinggi-tingginya 10 % timah putih dan selain itu Fosfor dalam persentase yang sangat kecil, yaitu setinggi-tingginya 0,3 % campuran ini dahulu dinamakan perunggu Fosfor. Dipakai untuk profil-profil, batang-batang, kawat, plat, dan pipa yang dicanai dan ditarik. 4 Perunggu dan Seng Perunggu seng ialah perungu tembaga timah dengan tambahan seng 2 % – 7 %. Bahan itu dipakai terutama untuk bantalan-bantalan campuran tuang . 5 Perunggu Aluminium Perunggu Alumnium ialah campuran tuang dan campuran kepal dari tembaga dengan Aluminium dengan besi dan bahan tambahan lain perunggu dua zat. Perunggu dua zat Al dan Ni tahan korosi terhadap bahan kimia tertentu karena itu dipakai untuk perlengkapan kimia. Perunggu Alumium tidak mempunyai fungsi lain dari perunggu bebas seng. Sifat-sifatnya kurang baik, jadi tidak banyak dipakai kecuali di negeri-negeri yang kurang akan timah. 6 Perunggu Silikon Perunggu Silikon baik sebagai paduan tuang maupun kepal mempunyai kadar Si 0,5 %-4,5 %. Selain itu ada bahan-bahan tambahan dari timah, nikel, mangan, besi dan seng dalam bermacam-macam persenyawaan. Sebagian dapat dijadikan misalnya; Cupoder yang mempunyai tahanan tarik dan kekerasan yang baik . Proses Pengolahan tembaga Bijih tembaga dapat berupa karbonat, oksida dan sulfida. Untuk memperoleh tembaga dari bijih yang berupa oksida dan karbonat lebih mudah dibanding bijih yang berupa sulfida. Hal ini disebabkan tembaga terletak dibagian bawah deret volta sehingga mudah diasingkan dari bijihnya. Bijih berupa oksida dan karbonat direduksi menggunakan kokas untuk memperoleh tembaga, sedangkan bijih tembaga sulfida, biasanya kalkopirit CuFeS2, terdiri dari beberapa tahap untuk memperoleh tembaga, yakni 1. Pengapungan flotasi Proses pengapungan atau flotasi di awali dengan pengecilan ukuran bijih kemudian digiling sampai terbentuk butiran halus. Bijih yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam campuran air dan suatu minyak tertentu. Kemudian udara ditiupkan ke dalam campuran untuk menghasilkan gelembung-gelembung udara. Bagian bijih yang mengandung logam yang tidak berikatan dengan air akan berikatan dengan minyak dan menempel pada gelembung-gelembung udara yang kemudian mengapung ke permukaan. Selanjutnya gelembung-gelembung udara yang membawa partikel-partikel logam dan mengapung ini dipisahkan kemudian dipekatkan. 2. Pemanggangan Bijih pekat hasil pengapungan selanjutnya dipanggang dalam udara terbatas pada suhu dibawah titik lelehnya guna menghilangkan air yang mungkin masih ada pada saat pemekatan dan belerang yang hilang sebagai belerang dioksida. Campuran yang diperoleh dari proses pemanggangan ini disebut calcine, yang mengandung Cu2S, FeO dan mungkin masih mengandung sedikit FeS. Setelah itu calcine disilika guna mengubah besiII oksida menjadi suatu sanga atau slag besiII silikat yang kemudian dapat dipisahkan. Reaksinya sebagai berikut. TembagaI sulfida yang diperoleh pada tahap ini disebut matte dan kemungkinan masih mengandung sedikit besiII sulfida 3. Reduksi Cu2S atau matte yang yang diperoleh kemudian direduksi dengan cara dipanaskan dengan udara terkontrol, sesuai reaksi 2Cu2Ss + 3O2g ―→ 2Cu2Os + 2SO2g Cu2Ss + 2Cu2Os ―→ 6Cus + SO2g Tembaga yang diperoleh pada tahap ini disebut blister atau tembaga lepuhan sebab mengandung rongga-rongga yang berisi udara. Elektrolisis Blister atau tembaga lepuhan masih mengandung misalnya Ag, Au, dan Pt kemudian dimurnikan dengan cara elektrolisis. Pada elektrolisis tembaga kotor tidak murni dipasang sebagai anoda dan katoda digunakan tembaga murni, dengan elektrolit larutan tembagaII sulfat CuSO4. Selama proses elektrolisis berlangsung tembaga di anoda teroksidasi menjadi Cu2+ kemudian direduksi di katoda menjadi logam Cu. Katoda Cu2+aq + 2e ―→ Cus Anoda Cus ―→ Cu2+aq + 2e Pada proses ini anoda semakin berkurang dan katoda tembaga murni makin bertambah banyak, sedangkan pengotor-pengotor yang berupa Ag, Au, dan Pt mengendap sebagai lumpur. Manfaat Tembaga dalam pengecoran logam adalah sebagai unsur paduan yang dipadukan dengan unsur lain di dalam pengecoran logam tembaga adalah salah satu bahan yang sering di gunakan. Contoh hasil Pengecoran Logam menggunakan Tembaga Bros Cantik dari Tembaga
Dibuatdari campuran logam emas dan tembaga dengan persentase yang sama, sehingga menciptakan warna rose pada emas. Harga Emas. Dalam menentukan harga emas, disesuaikan dengan berat karat atau kadar emas tersebut. Misalnya, kamu ingin membeli emas batangan 1 gram maka harganya akan disesuaikan dengan harga yang ditentukan pada saat itu. Harga
ArticlePDF Available AbstractWhen India culture introduce to Indonesia Archipelago, some changes were happen in its native culture. One of India influence was its religion Hinduism and Buddhism. Both religion then resemblance in material culture such as sacred building temple, rites utensils statue, bell, monk stick finial, etc., or inscription. One of its material source to made those things is bronze. When Indian culture was introduced, the natives weren’t take it for granted adopt Indian concept for producing bronze things. By XRF analysis, known that bronze artifacts from Northern Sumatra and Java aren’t adopt concept from India traditions astadhatu and pancaloha. Indian influence on bronze artifacts from Northern Sumatra and Java can see on fullfilness of religion concept, especially on statues. It seen on the choosing of special metals as dominan elements for bronze statue construction. This study reveals some of similarities and diverences in construction elements between Northern Sumatra and Java bronze artifacts. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Berkala Arkeologi Edisi 2012 151 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN UNSUR LOGAM BENDA-BENDA PERUNGGU SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN BENDA-BENDA PERUNGGU JAWA TENGAH Antara Kemandirian Teknis dan Pemenuhan Konsep SIMILARITIES AND DIFFERENCES ON METAL ATTRIBUTE OF BRONZE ARTIFACTS FROM NORTHERN SUMATERA AND CENTRAL JAVA Between Technical Autonomy and Conceptual Completion Ery Soedewo Balai Arkeologi Medan ABSTRACT When India culture introduce to Indonesia Archipelago, some changes were happen in its native culture. One of India influence was its religion Hinduism and Buddhism. Both religion then resemblance in material culture such as sacred building temple, rites utensils statue, bell, monk stick finial, etc., or inscription. One of its material source to made those things is bronze. When Indian culture was introduced, the natives weren’t take it for granted adopt Indian concept for producing bronze things. By XRF analysis, known that bronze artifacts from Northern Sumatra and Java aren’t adopt concept from India traditions astadhatu and pancaloha. Indian influence on bronze artifacts from Northern Sumatra and Java can see on fullfilness of religion concept, especially on statues. It seen on the choosing of special metals as dominan elements for bronze statue construction. This study reveals some of similarities and diverences in construction elements between Northern Sumatra and Java bronze artifacts. Keywords Bronze, Northern Sumatera, Java, Comparation ABSTRAK Kebudayaan India Hindu-Buddha masuk ke Nusantara membawa sejumlah perubahan dalam kebudayaan penghuni kepulauan tersebut. Salah satu unsur budaya yang terpengaruh adalah konsep-konsep religi yang berasal dari agama Hindu dan Buddha. Unsur religi tersebut diwujudkan dalam bentuk-bentuk seperti bangunan sakral candi, alat-alat upacara arca, genta, khakhara dll, maupun pertulisan prasasti dan naskah. Salah satu bahan pembentuk hasil budaya material itu adalah logam, yang salah satu jenisnya adalah perunggu. Ketika kebudayaan India masuk ke kawasan kepulauan, para penghuni Nusantara tidak serta-merta mengadopsi konsep pembuatan benda-benda perunggu dari India. Melalui analisis XRF X Ray Fluorescence terhadap benda-benda perunggu dari masa pengaruh kebudayaan India di Pulau Jawa dan Sumatera bagian utara diketahui, bahwa tidak satupun artefak perunggu dari kedua pulau itu yang unsur penyusunnya berpedoman pada kaidah dari India utara maupun selatan yang dikenal sebagai astadhatu dan pancaloha. Penerapan pengaruh dari India terlihat pada upaya pemenuhan konsep religi yang melatarbelakangi ujud dari objek perunggu yang dibuat, khususnya yang berupa arca. Hal itu terlihat pada pemilihan jenis logam tertentu sebagai unsur dominan penyusun arca perunggu. Hal lain yang berhasil diungkap adalah sejumlah persamaan dan perbedaan unsur-unsur penyusun antara artefak perunggu dari Sumatera bagian utara dibanding objek sejenis dari Pulau Jawa. Kata kunci Perunggu, Sumatera Bagian Utara, Jawa, Perbandingan 152 Berkala Arkeologi Edisi 2012 PENDAHULUAN Sebelum masuknya kebudayaan India Hindu-Buddha di Kepulauan Nusantara, menurut Brandes 188925-26 dalam Nastiti,1993269 dan 276; Haryono,1993 b28 manusia penghuni kepulauan ini telah memiliki sepuluh unsur kebudayaan asli yakni wayang, gamelan, ilmu irama sajak, batik, pengerjaan logam, mata uang, ilmu pelayaran, astronomi, pertanian sawah, dan sistem pemerintahan yang teratur. Bukti kemampuan nenek moyang penghuni Kepulauan Nusantara dalam mengolah logam sebelum masuknya ide-ide dari India ditemukan hampir di seluruh daerah yang kini disebut sebagai Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera hingga Papua. Wujud hasil budaya logam prasejarah itu antara lain adalah nekara, kapak perunggu, gelang perunggu, patung perunggu, mata tombak besi, parang besi, dan lain-lain. Ketika kebudayaan India Hindu-Buddha masuk ke Kepulauan Nusantara, ragam hasil produksi benda-benda logam semakin beraneka, antara lain berupa arca, genta, pelita, ujung khakara tongkat biksu, talam, dan lain-lain. Walaupun belum pernah dianalisis lebih mendalam jenis logam apakah yang paling jamak ditemukan di Indonesia dari masa Hindu-Buddha. Bolehlah dikatakan bahwa perunggu adalah jenis logam yang terbanyak dipakai sebagai materi penyusun berbagai benda dari masa Hindu-Buddha yang masih dapat dilihat keberadaannya entah di museum maupun koleksi pribadi. Popularitas perunggu sebagai jenis logam yang banyak dipakai untuk pembuatan beragam benda logam dari masa Hindu-Buddha, tidak terlepas dari kemudahan untuk memperoleh bahan baku sekaligus proses pengolahannya. Perunggu merupakan logam alloy yang pada intinya dibuat dari campuran 2 jenis logam yakni tembaga Cu dengan timah, baik timah putih Sn maupun timah hitam/timbal Pb. Selain kedua campuran pokok tersebut, agar perunggu lebih berat dan kuat biasanya ditambahkan jenis logam lain, antara lain seng Zn. Digunakannya seng sebagai logam campuran dalam pembuatan perunggu, menghasilkan benda yang lebih keras, lebih kuat, warna yang lebih indah, dan yang terutama adalah tingkat fluiditasnya keadaan cair lebih baik, sehingga logam lebih mudah dicetak menjadi bentuk-bentuk yang dikehendaki oleh si pembuat Haryono,1985617 dalam Triwurjani,1993103. Berkenaan dengan bahan penyusun arca perunggu, di India dikenal adanya dua tradisi yakni astadhatu dan pancaloha. Konsep astadhatu yang berkembang di India utara adalah konsep pembuatan benda perunggu yang tersusun dari campuran 8 unsur, terdiri dari emas, tembaga, timah, perak, kuningan, timah hitam timbal, besi, dan air raksa. Sementara di India bagian selatan berlaku konsep pancaloha yang terdiri dari campuran 5 unsur logam, yakni emas, tembaga, timah, perak, dan kuningan. Mungkin karena faktor ekonomis, terkadang emas dan perak diganti dengan campuran 10 bagian tembaga, separuh bagian kuningan, dan seperempat bagian timah putih Sivaramurti, 1981 dalam Haryono, 1993 b 12. Secara sederhana hal tersebut dapat diartikan bahwa benda-benda perunggu di Indonesia yang berasal dari masa pengaruh kebudayaan India Hindu-Buddha, tentunya juga akan menunjukkan kesamaan unsur entah yang didasarkan pada konsep astadhatu atau yang pancaloha. Namun, disertasi Timbul Haryono 1993 menunjukkan hal sebaliknya, bahwa benda-benda perunggu yang ditemukan di Pulau Jawa dari masa Hindu-Buddha tidak satupun yang menerapkan konsep dari India tersebut astaloha dan pancaloha. Berdasarkan hasil analisis unsur terhadap benda-benda perunggu Jawa Kuna, diketahui bahwa benda-benda perunggu tersebut dibuat dari 3 unsur logam sebagai unsur utamanya yakni tembaga, seng, dan timah. Hanya beberapa artefak yang memiliki kandungan logam lain besi selain ketiga logam tersebut, itupun kemungkinan besar tidak secara sengaja ditambahkan. Menunjuk pada 3 tiga bahan utama tersebut, maka dapat dikatakan perunggu Jawa Kuna termasuk dalam kategori ternary alloys, yaitu perunggu yang dibuat dari tiga unsur logam Hodges,197669 dalam Haryono,1993136. Hal demikian berarti para pandai logam Jawa Kuna mengembangkan teknik pembuatan benda-benda perunggu sendiri, yang diperoleh secara turun temurun dari masa sebelum masuknya pengaruh kebudayaan India Hindu-Buddha. Berkala Arkeologi Edisi 2012 153 Oleh Quaritch Wales 1951 dalam Haryono 1993 b 7 kepandaian yang dimiliki dan diperoleh dari pengalaman di masa lampau itu disebut sebagai local genius. Menurut Quaritch Wales masuknya pengaruh kebudayaan India di kawasan Asia Tenggara sedikit banyak telah membawa perubahan kebudayaan di kawasan tersebut, yang dampaknya berbeda-beda antara satu dari yang lain, sehingga secara budaya batas-batas pengindiaan ―Greater India‖ kawasan ini dapat dibagi menjadi dua zona, yakni 1. zona barat yang meliputi Srilangka, Birma, Siam, Malaya, dan Sumatera. Di zona ini akulturasi terjadi secara ekstrem sehingga local genius-nya mati. Hasil kesenian di kawasan tersebut adalah refleksi atau tiruan dari kesenian India. 2. zona timur meliputi Jawa, Kamboja, dan Campa. Di zona ini local genius-nya cukup menonjol. Pendapat Quaritch Wales tersebut, sepertinya mendekati kebenaran ketika hasil penelitian Timbul Haryono 1993 menunjukkan bahwa para pandai logam Jawa menggunakan local genius mereka, baik dari segi teknik maupun formulanya yang berbeda dari konsep India untuk pembuatan benda-benda perunggu. Selain di Pulau Jawa, kebudayaan Hindu-Buddha juga pernah eksis di Pulau Sumatera. Jejak kehadirannya hingga kini masih dapat dilihat pada sejumlah tradisi masyarakatnya maupun dari sejumlah artefak yang ditinggalkan. Salah satu artefak dari masa Hindu-Buddha di Pulau Sumatera yang juga ditemukan di Pulau Jawa adalah benda-benda berbahan perunggu. Ketidaksamaan antara penyusun benda-benda perunggu yang didasarkan atas konsep dari India dengan unsur benda-benda perunggu yang berasal dari Jawa Kuna sudah terbukti. Lalu bagaimana dengan benda-benda perunggu dari Sumatera bagian utara pada masa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha, adakah benda-benda perunggu dari Sumatera bagian utara memiliki kesamaan unsur sebagaimana benda-benda perunggu dari Jawa Kuna ? ataukah sebaliknya, justru para pandai logam Sumatera bagian utara pada masa lalu mengadopsi konsep pencampuran logam India astadhatu atau pancaloha ? atau para pandai logam Sumatera bagian utara pada masa lalu mengembangkan teknik pencampuran sendiri yang berbeda dari India maupun Jawa ? METODE PENELITIAN Data yang dianalisis dalam kajian ini merupakan artefak-artefak perunggu yang diperoleh dari hasil ekskavasi oleh Balai Arkeologi Medan dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar, maupun penyerahan anggota masyarakat kepada Balai Arkeologi Medan dan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara. Selain itu juga dimanfaatkan data sejenis hasil analisis artefak-artefak perunggu dari Jawa Tengah dan Yogyakarta yang merupakan hasil penelitian Timbul Haryono untuk disertasinya 1993. Untuk mengetahui kandungan unsur-unsur penyusun artefak-artefak perunggu tersebut, dilakukan analisis laboratoris yang sifatnya kualitatif. Metode analisis laboratoris memanfaatkan Sinar X, khususnya XRF X Ray Fluorescence yang dilakukan oleh Laboratorium Teknik Bahan, Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN Yogyakarta. Sampel-sampel yang dianalisis di BATAN menggunakan XRF adalah artefak-artefak perunggu yang berasal dari sebagian wilayah kerja Balai Arkeologi Medan yang meliputi Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Di kedua wilayah provinsi tersebut, terdapat beberapa situs yang berasal dari masa pengaruh kebudayaan India Hindu-Buddha seperti situs Padang Lawas dan situs Simangambat yang berada di Sumatera Utara, sedangkan yang berada di Sumatera Barat antara lain situs Pulau Sawah dan Koto Rao. Hasil analisis XRF tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel yang memuat sampel artefak perunggu yang dianalisis serta persentase kandungan masing-masing unsur penyusunnya. Besaran persentase unsur-unsur penyusun objek analisis kemudian dilihat unsur logam yang dominan maupun pendukung. Pengetahuan akan unsur dominan maupun pendukung itu merupakan pijakan awal untuk mengetahui latar 154 Berkala Arkeologi Edisi 2012 belakang atau alasan dipilihnya jenis logam tertentu sebagai unsur utama/dominan. Untuk mengetahui latar belakang pemilihan jenis logam tertentu sebagai unsur dominan, diungkap lewat penelusuran sumber-sumber tertulis terkait landasan konsep simboliknya. DATA DAN HASIL ANALISIS Sepotong benda perunggu berukuran panjang 9 cm, lebar 3,8 cm, tebal 0,8 cm - 1,1 cm ditemukan di situs Candi Bara, Padang Lawas Sumatera Utara saat dilakukan ekskavasi tahap IV pada tahun 1997 Foto 1. Belum dapat dipastikan potongan benda apakah ini, namun dilihat dari morfologinya yang ditandai oleh adanya lubang melingkar di salah satu sisinya, besar kemungkinan ini adalah fragmen gantungan genta atau pelita. Pecahan-pecahan benda perunggu ditemukan di situs Candi Simangambat tepatnya di sisi utara susunan batu yang diperkirakan sebagai candi perwara. Benda -yang jika utuh- ini berdiameter maksimal 8,5 cm; tebal 0,1 cm; sebagian permukaannya dilapisi patina; dihiasi 3 garis sejajar horisontal di salah satu permukaannya Foto 2. Kemungkinan fungsinya adalah tutup suatu wadah atau fragmen chatra pada arca. Sebentuk benda perunggu pipih panjang yang ditemukan oleh satu tim penelitian dari Balai Arkeologi Medan di situs Biara Bara, Padang Lawas adalah bagian dari pilar relung prabha. Benda setinggi 57 cm, lebar 7 cm pilar dan 12 cm patung singa ini seluruh permukaannya telah dilapisi patina foto 3. Arca Dhyani Buddha Vairocana temuan anggota masyarakat di situs Padang Lawas tepatnya di sekitar Biara Bahal III setinggi 8,5 cm dan lebar 6,7 cm foto 4. Arca berbahan perunggu yang hampir seluruh permukaannya dilapisi patina ini merupakan koleksi Balai Arkeologi Medan Setianingsih,200196. Arca temuan anggota masyarakat di situs Padang Lawas tepatnya di sekitar Biara Tandihat setinggi 8 cm dan lebar 4 cm ini merupakan koleksi Museum Negeri Provinsi Foto 1. Foto 2. Dok. Penulis Dok. penulis Foto 3. Foto 4. Foto 5. Dok. Penulis Dok. Penulis Dok. Penulis Berkala Arkeologi Edisi 2012 155 Sumatera Utara dengan nomor inventaris 3478 foto 5. Arca berbahan perunggu yang hampir seluruh permukaannya dilapisi patina ini menggambarkan sosok Boddhisatwa dalam sikap duduk satvaparyaƞkāsana bersila, kaki kanan di atas kaki kiri, duduk di atas padma teratai yang sebagian besar sudah aus, tangan kiri dalam sikap vara/varadamudra memberikan anugerah, mengenakan kelat bahu dan gelang di tangannya Soedewo, 200629. Arca temuan anggota masyarakat di situs Padang Lawas tepatnya di sekitar Biara Tandihat setinggi 5 cm dan lebar 8 cm ini merupakan koleksi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dengan nomor inventaris 3459 foto 6. Arca berbahan perunggu yang hampir seluruh permukaannya dilapisi patina ini menggambarkan sosok Garuda yang menopang sosok dewa yang -sayang sekali- hanya tersisa bagian telapak kakinya saja.Soedewo, 200628-29. Arca temuan anggota masyarakat di situs Padang Lawas setinggi 23 cm dan lebar 11 cm ini merupakan koleksi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara dengan nomor inventaris 3830 foto 7. Arca berbahan perunggu yang hampir seluruh permukaannya dilapisi patina ini menggambarkan sosok Arapacana salah satu perwujudan Boddhisatva Manjusri.Hartini dkk., 200820. Sepotong benda perunggu berukuran panjang 4,7 cm dengan ketebalan 7 mm ditemukan di situs Pulau Sawah, Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat saat dilakukan ekskavasi di sekitar munggu 2 pada tahun 2009 foto 8. Logam yang telah dilapisi patina ini berbentuk silinder melengkung, diperkirakan jika benda ini utuh adalah gelang berdiameter 5,7 cm. Sepotong benda perunggu berukuran panjang 4,7 cm dengan ketebalan 7 mm ditemukan oleh warga masyarakat di situs Bukit Jimbun, Rao, Kabupaten Pasaman Sumatera Barat foto 9. Logam yang telah dilapisi patina ini berbentuk silinder melengkung, diperkirakan jika benda ini utuh adalah gelang berdiameter 5,7 cm. Arca Buddha berukuran tinggi 13 cm, lebar 4 cm, dan tebal 1,2 cm dari situs Candi Pulau Sawah 2, Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat merupakan koleksi Balai Foto 8. Foto 9. Dok. Penulis Dok. penulis Foto 6. Foto 7. Dok. Penulis Dok. penulis 156 Berkala Arkeologi Edisi 2012 Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar hasil ekskavasi tahun 2008. Arca ini digambarkan dalam posisi berdiri, kedua kaki sejajar samabhanga; tangan kiri diangkat setinggi siku, dihiasi juntaian kainnya yang terjulur hingga setrendah paha kirinya, sementara tangan kanannya terjuntai sejajar tubuhnya hingga bagian pinggulnya; bagian kepala dihiasi sanggul rambut usnisa. Arca Dhyani Boddhisatva berlengan delapan berukuran tinggi 15 cm, lebar 6 cm, dan tebal 1,5 cm dari situs Candi Pulau Sawah 2, Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat merupakan koleksi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar hasil ekskavasi tahun 2008. Arca ini digambarkan dalam posisi berdiri, kedua kaki sejajar samabhanga; tangannya yang sebanyak delapan masing-masing empat di sisi kiri dan empat di sisi kanan. Bagian atas tubuh hanya dihiasi upavita tali kasta, yang terjuntai dari bahu kirinya ke arah pinggang kanannya; bagian bawah tubuh ditutupi semacam kain yang memanjang hingga bagian mata kakinya. Rambut dihiasi mahkota yang disebut sebagai jatamakuta, yakni mahkota yang dibentuk dari jalinan rambutnya sendiri. Arca Ganesha dari situs Candi Pulau Sawah 2, Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat berukuran tinggi 14 cm, lebar 8 cm, dan tebal 5 cm. merupakan koleksi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar hasil ekskavasi tahun 2008. Arca ini digambarkan dalam posisi duduk, kaki kanan terjuntai ke bawah sedangkan kaki kiri bersila ardhaparyankasana; tangannya sebanyak empat masing-masing dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan. Arca ini digambarkan bertubuh manusia dan berkepala gajah. Berikut ini adalah tabel kandungan unsur-unsur penyusun sejumlah benda perunggu yang ditemukan di Sumatera bagian utara maupun yang ditemukan di Pulau 1 Sampel no. 13 – no. 47 terdapat dalam lampiran tabel disertasi Timbul Haryono 1993 Foto 10. Foto 11. Foto 12. Dok. BP3 Batusangkar Dok. BP3 Batusangkar Dok. BP3 Batusangkar Berkala Arkeologi Edisi 2012 157 Arca Vairocana Biara Bahal III Fragmen genta / pelita Biara Bara Arca Boddhisatva Padmapani, Padang Lawas Arca Arapacana, Padang Lawas Arca Garuda, Padang Lawas Fragmen relung prabha, Padang Lawas Fragmen perunggu Candi Simangambat Fragmen gelang Pulau Sawah Arca Boddhisatva Pulau Sawah Fragmen gelang situs Bukit Jimbun 158 Berkala Arkeologi Edisi 2012 Berkala Arkeologi Edisi 2012 159 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN Jika ditinjau dari unsur penyusun dominannya, artefak-artefak perunggu baik dari Sumatera bagian utara maupun Jawa terdiri dari 2 unsur utama yakni tembaga Cu dan timah putih Sn. Artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara yang unsur dominannya berupa tembaga Cu adalah arca Vairocana dari Bahal III, arca Garuda dari Padang Lawas, fragmen relung prabha dari Padang Lawas, arca Ganesha dari Pulau Sawah, arca Boddhisatva berlengan delapan dari Pulau Sawah, dan fragmen gelang dari situs Bukit Jimbun. Sementara artefak-artefak perunggu dari Pulau Jawa yang unsur penyusun dominannya tembaga Cu adalah mangkuk2, arca Ganesha, talam3, prasasti, arca Buddha, arca Durga, genta4, wadah5, piring6, bokor, rantai, gelang, dan fragmen cawan. Adapun artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara yang unsur penyusun dominannya timah putih Sn adalah fragmen genta/pelita Biara Bara, arca Boddhisatva Padmapani dari Padang Lawas, arca Arapacana dari Padang Lawas, fragmen benda perunggu dari Candi Simangambat, fragmen gelang dari Pulau Sawah, dan arca Buddha dari Pulau Sawah. Sementara untuk benda-benda perunggu dari Pulau Jawa, yang unsur penyusun dominannya timah putih Sn adalah mangkuk7, tutup periuk, piring8, bokor, dan fragmen jarum. Selain tembaga dan timah sebagai unsur penyusun utama artefak-artefak perunggu tersebut, hasil analisis laboratoris mengungkapkan adanya unsur logam lain yang terdiri dari besi Fe, timbal Pb, seng Zn, perak Ag, dan antimon Sb. Hasil analisis menunjukkan bahwa artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara yang sampelnya sebanyak 12 benda, kesemuanya mengandung besi Fe, dengan prosentase berkisar antara 1,09 % hingga 5,81 %. Sedangkan artefak-artefak perunggu dari Pulau Jawa yang sampelnya sebanyak 35 benda, hanya 3 benda arca Ganesha, wadah, dan piring yang mengandung besi, dengan prosentase berkisar antara 2,68 % hingga 3,97 %.9 Adapun untuk kandungan unsur timbal Pb, keduabelas artefak perunggu dari Sumatera bagian utara mengandungnya; dengan prosentase berkisar antara 1,22 % hingga 15,90 %. Sementara artefak-artefak perunggu dari Pulau Jawa yang mengandung timbal Pb sebanyak 7 objek dari 35 objek, dengan prosentase kandungan berkisar antara 1,32 % hingga 17,43 %.10 Untuk unsur seng Zn pada artefak perunggu dari Sumatera bagian utara, hanya terdapat pada fragmen gelang dari situs Bukit Jimbun. Sementara artefak-artefak perunggu dari Pulau Jawa kandungan sengnya terdapat pada hampir semua objek, kecuali satu yakni gelang11 . Adapun unsur lain yang berupa perak Ag pada artefak-artefak perunggu Sumatera bagian utara, terdapat pada sembilan objek dari duabelas sampel, dengan prosentase kandungan berkisar antara 0,60 % hingga 8,06 %. Sebaliknya, tidak satupun artefak-artefak perunggu dari Pulau Jawa yang mengandung unsur lain berupa perak. Perbedaan mencolok lain antara artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara dibanding yang berasal dari Pulau Jawa adalah ketiadaan unsur antimon pada artefak perunggu dari Pulau Jawa, sebaliknya artefak perunggu dari Sumatera bagian utara seluruhnya mengandung antimon, dengan prosentase 0,53 % hingga 2,32 %. 2 Lihat sampel artefak no. 13, 15, 16, dan 17 pada tabel hasil analisis 3 Lihat sampel artefak no. 20,21, 22, 23, dan 24 pada tabel hasil analisis 4 Lihat sampel artefak no. 28, 29, 30, dan 31 pada tabel hasil analisis 5 Lihat sampel artefak no. 32, 33, 34, 35, dan 36 pada tabel hasil analisis 6 Lihat sampel artefak no. 38 dan 39 pada tabel hasil analisis 7 Lihat sampel artefak no. 14 dan 18 pada tabel hasil analisis 8 Lihat sampel artefak no. 40 dan 41 pada tabel hasil analisis 9 Lihat sampel artefak no. 19, 32, 39 pada tabel hasil analisis 10 Lihat sampel artefak no. 13, 28, 29, 31, 45, 46, 47 pada tabel hasil analisis 11 Lihat sampel artefak no. 45 pada tabel hasil analisis 160 Berkala Arkeologi Edisi 2012 Menurut Haryono 1993b, 60 keberadaan unsur logam lain dalam artefak perunggu boleh jadi disebabkan oleh 1. Kesengajaan, ditambahkan karena alasan-alasan teknis 2. Tersertakan, terdapat secara alami pada jenis bijih logam tertentu diistilahkan sebagai impurities Faktor teknis kesengajaan sebagai alasan pencampuran jenis logam tertentu pembentuk perunggu, akan menghasilkan benda-benda dengan karakteristik yang khas. Sebagai logam alloy campuran, perunggu pada intinya dibuat dari campuran 2 jenis logam yakni tembaga Cu dengan timah, baik timah putih Sn maupun timah hitam/timbal Pb Haryono,1985617 dalam Triwuryani,1993103. Beberapa analisis yang pernah dilakukan terhadap artefak perungu di Indonesia menunjukkan adanya campuran timah ataupun timbal dan logam lainnya. Campuran timah yang terlalu banyak pada tembaga jumlah maksimal timah yang dapat dicampurkan ke dalam tembaga sebesar 30 % menjadikan benda logam yang dibentuk hasilnya getas mudah patah dan tidak bisa ditempa, sehingga tidak cocok untuk dibuat sebagai peralatan hidup sehari-hari seperti pisau, parang, dan sebagainya. Campuran dengan banyak kandungan timah menjadikan warna logam yang dihasilkan berwarna putih dan sangat cocok untuk dibuat genta, arca, ataupun perhiasan. Oleh karena itu benda perunggu dengan kandungan timah tinggi ditemukan pada benda perhiasan atau benda-benda pengantar upacara dan tidak dijumpai pada benda untuk kebutuhan teknik. Penambahan timbal pada tembaga, menjadikan cairan logam lebih cair sehingga mudah mengalir. Hal ini membantu dalam pembuatan artefak perunggu dengan unsur artistik lebih dominan, seperti arca, nekara, atau bejana Haryono,1983 dalam Triwurjani,1993105. Dominasi timah putih Sn sebagaimana ditemukan pada fragmen gelang dari situs Pulau Sawah dan fragmen genta/pelita dari Biara candi Bara jelas berkaitan erat dengan bentuk benda yang diinginkan oleh sang pandai logam, yakni sebagai perhiasan -berupa gelang- atau genta. Unsur timah putih yang tinggi, mencapai 69,05 % pada fragmen genta/pelita dari situs Biara Bara dan 78,31 % dari situs Pulau Sawah, memungkinkan dibentuknya benda-benda dengan karakteristik tertentu seperti warnanya yang putih sesuai untuk benda perhiasan sebagaimana fragmen gelang yang ditemukan di situs Pulau Sawah. Demikian halnya untuk bentuk yang rumit seperti pada genta atau pelita dengan lekuk-lekuk yang halus dengan menggunakan teknik pembuatan benda logam memakai cetakan lost wax atau bivalve, yang hanya bisa dicapai jika campuran logamnya dalam kondisi cair yang sempurna saat dituang ke cetakan, sehingga memungkinkannya masuk ke bagian-bagian yang rumit. Jadi, dominasi unsur timah putih pada artefak-artefak perunggu dari Biara Bara dan situs Pulau Sawah disebabkan oleh pertimbangan teknis dan estetis. Masih terkait dengan aspek teknis pembuatan benda-benda perunggu, hasil penelitian Haryono terhadap artefak-artefak perunggu dari Pulau Jawa menunjukkan bahwa logam paduan Jawa Kuna terdiri dari tembaga Cu, timah putih Sn, dan seng Zn; sehingga perunggu Jawa Kuna tergolong dalam ternary alloy, yaitu logam perunggu yang penyusun utamanya terdiri dari tiga unsur Haryono, 1993 b237. Hasil selanjutnya adalah, artefak-artefak perunggu Jawa Kuna diproduksi tanpa dilandasi konsep astadhatu maupun pancaloha, yang merupakan konsep pembuatan benda-benda perunggu di India Haryono, 1993236-237. Hal demikian berarti kemampuan para pandai logam Jawa Kuna dalam memprosuksi benda-benda perunggu -bahkan untuk objek sakral- tidak berpatokan pada kitab-kitab acuan teknologi logam dari India, meskipun dari jenis/morfologinya menunjukkan pengaruh unsur kebudayaan India Haryono, 1993237. Tidak berbeda dari logam perunggu dari Jawa yang digolongkan sebagai perunggu ternary alloy, yang unsur dominannya terdiri dari tembaga Cu, timah putih Sn, dan seng Zn, artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara pada dasarnya juga disusun dari tiga unsur utama, sehingga dapat digolongkan juga sebagai perunggu ternary alloy. Namun, tidak seperti perunggu dari Pulau Jawa yang unsur penyusunnya terdiri dari tembaga Cu, timah putih Sn, dan seng Zn, artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara unsur utama penyusunnya dapat dibedakan menjadi tiga yakni Berkala Arkeologi Edisi 2012 161 1. perunggu ternary alloy yang terdiri dari tembaga Cu, timah putih Sn, dan timbal Pb,12 2. perunggu ternary alloy yang terdiri dari tembaga Cu, timah putih Sn, dan perak Ag.13 3. perkecualian adalah sampel artefak no. 12 yakni fragmen gelang dari Situs Bukit Jimbun, Rao Pasaman, Sumatera Barat yang tiga unsur utamanya serupa dengan artefak-artefak perunggu dari Pulau jawa yang disusun dari tiga unsur utama yakni tembaga Cu, timah putih Sn, dan seng Zn. Mengacu pada hasil analisis XRF di atas, tampak bahwa tidak satupun benda perunggu dari Sumatera bagian utara yang unsur-unsur penyusunnya sama dengan konsep tradisional India tentang unsur-unsur penyusun perunggu yang dapat dibedakan menjadi dua tradisi besar yang berasal dari India utara astadhatu dan India selatan pancaloha. Walaupun, terdapat 2 benda perunggu yang unsur-unsurnya terdiri dari 5 unsur yakni arca Vairocana dari Padang Lawas dan fragmen pelita dari Biara Bara. Namun, keduanya tidak memiliki sejumlah unsur yang seharusnya dimiliki suatu benda perunggu sebagaimana konsep pancaloha. Ketiadaan unsur emas, perak, dan kuningan -sebagaimana seharusnya ada dalam perunggu pancaloha- pada kedua benda perunggu dari Padang Lawas tersebut menunjukkan bahwa para pandai logam memiliki patokan tersendiri dalam membuatnya. Demikian halnya dengan konsep astadhatu yang berasal dari India utara, juga bukan asal kemampuan para pandai logam pembuat benda-benda perunggu dari Sumatera bagian utara, sebab tidak terdapat 3 unsur yakni emas, kuningan, dan air raksa, yang seharusnya ada jika para pandai logam pembuat benda-benda perunggu dari Sumatera bagian utara memang mengadopsi konsep astadhatu dimaksud. Artinya, para pandai logam setempat telah memiliki kemampuan mencampurkan sejumlah logam berbeda dalam menghasilkan benda-benda perunggu, sebelum masuknya pengaruh kebudayaan India ke Sumatera. Jelas kemampuan mencampur logam-logam tertentu sehingga menjadi perunggu merupakan teknik yang sudah mentradisi jauh sebelum masuknya pengaruh India ke Sumatera. Bukti tertulis yang berasal dari Gunung Tua memperkuat pandangan bahwa artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara dibuat oleh para pandai logam pribumi. Pertulisan dimaksud berangka tahun 946 Çaka 1024 M yang memuat tentang pembuatan arca Bhatara Lokanatha oleh seorang pandai logam bernama Suryya. Prasasti ini dipahatkan pada lapik arca Lokanātha, beraksara Pasca Pallawa serta menggunakan dua bahasa yakni Melayu Kuna dan Sanskerta. Berikut teks prasasti tersebut Setianingsih dkk, 200311-12 Swasti çaka warsātita 946 caitramāsa, tithi tritiya sukla, çekrawara, tatkala juru pandai Suryya barbuat bhatāra Lokanātha, imanikuçala mūlā ni sarvva satva sādhāranikr selamat tahun Çaka 946, bulan caitra, hari ketiga masa bulan terang, hari Jum’at, ketika itu juru pandai –yang bernama- Suryya membuat –arca- Bhatara Lokanātha, dari semua pekerja yang baik dari segala pembuatan, harapan saya untuk semua kebijaksanaan yang tinggi dan lengkap Penyebutan nama tokoh Suryya yang didahului oleh atribut personanya yakni juru pandai, jelas adalah frasa khas austronesia terkait bidang kerja atau profesinya sebagai pembuat benda logam. Apalagi nama tokoh itu kemudian diikuti satu kata kerja barbuat, yang sekali lagi menunjukkan latar belakang keaustronesiaannya. Teks itu dapat dipahami sebagai semacam iklan yang dimaksudkan pertama sebagai unjuk eksistensi si pembuat arca, kedua sebagai sarana untuk memperkenalkan kemampuan atau keterampilan sang pandai dalam membuat suatu objek sakral yang terikat pada kaidah-12 Lihat sampel no. 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 10 13 Lihat sampel no. 5, 9, dan 11 162 Berkala Arkeologi Edisi 2012 kaidah konseptual tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa Suryya bukanlah sembarang pandai logam, dia tidak saja memiliki kemampuan teknis dalam menghasilkan benda-benda logam, namun lebih jauh –seolah- dia ingin menunjukkan bahwa dirinya juga –setidaknya- mengetahui konsep-konsep religi yang melandasi pembuatan arca sebagai benda sakral. Selain alasan yang sifatnya teknis, perbedaan unsur penyerta atau unsur lain penyusun antara artefak perunggu dari Jawa dibanding artefak perungu Sumatera, mungkin berkaitan dengan ketersediaan atau asal bahan baku penyusun artefak-artefak perunggu tersebut. Sumatera dan pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya seperti Pulau Bangka dan Pulau Belitung sejak lama dikenal sebagai pulau dengan deposit timah yang berlimpah. Menurut van Bemmelen 1944103 dalam Haryono,1993137 di Indonesia, deposit tembaga dan timah terdapat di Pulau Sumatera. Menurut Bemmelen untuk Pulau Sumatera sumber timah di pulau ini telah dimanfaatkan oleh penduduk pribumi atau orang-orang ―Hindu‖. Demikian pula tembaga diketahui sumbernya ada di Danau Singkarak dan kemungkinan sekali telah dimanfaatkan oleh penduduk sekitar. Sementara biji timbal timah hitam dan seng yang terdapat di sekitar Muara Sipongi, di bagian utara Tanjung Berangin, dan Sibenair tampaknya juga telah dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, yang didasarkan oleh adanya indikasi aktivitas peleburan. Boomgard 194777-82 dalam Haryono,1993137 juga telah menemukan indikasi adanya bekas-bekas pengerjaan biji logam di daerah Sapat, Muara Labuh di Solok, dan terutama di dekat Sungai Pantuan dan Sungai Bergoto. Di tempat-tempat tersebut ditemukan bekas-bekas terowongan dan sisa-sisa kayu di dalamnya. Meskipun data yang diungkap oleh kedua pakar tersebut sangat penting dan menunjukkan adanya kegiatan penambangan di masa lalu oleh orang-orang ―Hindu‖, namun sampai sejauh ini belum dilakukan analisis pertanggalan terhadap data dimaksud Haryono,1993137. Selain Pulau Sumatera, sejumlah kawasan di Asia Tenggara telah lama dikenal sebagai daerah yang kaya akan biji tembaga dan timah, termasuk juga seng yang tersebar mulai Thailand di bagian utara hingga ke Pulau Sumatera di bagian selatan. Sedangkan Pulau Jawa, buminya sejauh ini diketahui sedikit atau bahkan tidak memiliki kandungan timah dan tembaga. Oleh sebab itu para pandai logam pada masa Jawa Kuna, kemungkinan besar mendapatkan bahan baku untuk pembuatan benda-benda logam dari kontak dagang dengan para pendatang dari luar Pulau Jawa Haryono,1993138. Di samping faktor teknis-estetis dan ketersediaan atau asal bahan baku, hasil kajian Haryono 1993 b198-235 menunjukkan bahwa pemilihan jenis logam tertentu juga terkait dengan aspek simbolik-religius. Hal tersebut ditemukan pada pelapisan bagian mata, urna, dan bibir pada arca bimetalik. Makna aspek simbolik itu, sedikit banyak merupakan hasil penyesuaian terhadap konsep dalam sumber-sumber tertulis India. Penggunaan logam perak untuk tokoh,14 yang diletakkan di lapik berbahan perunggu membuktikan bahwa dalam beberapa hal, pertimbangan-pertimbangan simbolik-religius ternyata diikuti oleh para pandai logam Jawa Kuna Haryono, 1993238. Agak berbeda dibanding sampel dari Jawa, pemenuhan konsep terkait warna sosok dewa yang diarcakan dari Sumatera bagian utara, dibentuk dengan cara memasukkan unsur dominan tertentu untuk menghasilkan warna perunggu sesuai konsep yang melatarbelakanginya. Perunggu yang material penyusun utamanya timah putih Sn akan menghasilkan benda perunggu yang berwarna putih. Sementara jika material penyusun dominannya berupa tembaga Cu, maka perunggu yang dihasilkan akan berwarna cokelat kemerahan merah hati. Penerapan pemaduan unsur logam dominan tertentu 14 Beberapa contoh dalam hal ini antara lain adalah Avalokitesvara yang dalam naskah Nispanayogavali salah satu cirinya adalah warnanya putih, oleh karena itu sang pandai memilih perak sebagai unsur dominannya. Contoh lain adalah arca Avalokitesvara di Museum Nasional no. 509 yang dibuat dari bahan perunggu namun seluruh permukaannya dilapisi perak Berkala Arkeologi Edisi 2012 163 untuk menghasilkan warna yang dikehendaki terlihat pada arca Arapacana dan Padmapani dari Padang Lawas. Dalam konsep ikonografi Buddha tokoh Arapacana dan Padmapani digambarkan berwarna Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di atas arca Arapacana dan Padmapani disusun dari beberapa jenis logam dengan unsur dominan adalah timah putih Sn yang mencapai lebih dari 60 %. Jelas dalam hal ini pemilihan bahan timah putih oleh sang pandai pembuat kedua arca tersebut Arapacana dan Padmapani adalah suatu kesengajaan agar arca yang dibentuknya berwarna putih, sehingga sesuai dengan konsep religi yang melatarbelakangi tokoh yang dibuatnya tersebut. Alasan serupa juga melatarbelakangi pemilihan tembaga sebagai unsur dominan penyusun arca Gaṇēśa atau Gaṇapati, baik yang berasal dari situs Pulau Sawah Sumatera Barat maupun dari Pulau Jawa. Beberapa pemerian sosok Gaṇapati menggambarkan salah satu ciri utamanya adalah berwarna merah, seperti pada sosok Bāla-Gaṇapati yang warnanya digambarkan bagaikan matahari terbit, demikian halnya Taruṇa-Gaṇapati warnanya adalah merah, representasi lain dari Gaṇapati yang berwarna merah adalah Vira-Vighnēśa, Uchchhishṭa-Gaṇapati, Mahā-Gaṇapati, Prasanna-Gaṇapati, dan Vighnarāja-Gaṇapati Rao, 1971 52-58. 16 Artinya, pemilihan bahan tembaga oleh sang pandai pembuat kedua arca Gaṇēśa tersebut adalah suatu kesengajaan agar arca yang dibentuknya berwarna kemerahan, sebagai suatu bentuk pemenuhan konsep religi yang melatarbelakangi tokoh yang dibuatnya tersebut. PENUTUP Persamaan antara benda-benda perunggu Sumatera bagian utara dengan objek sejenis dari Pulau Jawa tampak pada unsur dominan penyusunnya yang terdiri dari tembaga Cu dan timah putih Sn. Pada dasarnya artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara maupun dari Pulau Jawa adalah perunggu yang disusun dari tiga unsur utama sehingga perunggu dari kedua tempat tersebut dapat disebut sebagai perunggu ternary alloy. Dari seluruh sampel benda perunggu Sumatera bagian utara dan Pulau Jawa yang berjumlah empatpuluh tujuh 47 sampel, tidak satu artefak pun yang unsur penyusunnya serupa dengan konsep pembuatan perunggu dari India, entah pancaloha maupun astadhatu. Artinya, baik para pandai logam Sumatera bagian utara maupun pandai logam Pulau Jawa, kemampuan teknis mereka –dalam mencampur logam hingga menjadi benda perunggu- bukan berasal dari India. Hal ini sekaligus mementahkan pendapat Quaritch Wales yang menyatakan bahwa Sumatera adalah salah satu kawasan yang terakulturasi secara ekstrim seiring masuknya pengaruh kebudayaan India, sehingga berakibat matinya local genius kebudayaan di Sumatera. Objek-objek perunggu dari Sumatera bagian utara setidaknya dapat dijadikan sebagai bukti bahwa para pendukung kebudayaan purba di Pulau Sumatera tidak kehilangan kelocalgeniusan mereka, meski masuk pengaruh budaya dari luar India. Pengaruh kebudayaan India dalam pembuatan objek-objek perunggu tampak pada objek tertentu khususnya arca, terutama dalam hal pemenuhan konsep ikonografisnya. Salah satu unsur dalam ikonografi yang disebutkan dalam naskah-naskah terkait penggambaran sosok dewa adalah warnanya. Guna mewujudkan arca dengan warna tertentu, para pandai logam memilih jenis logam tertentu untuk menghasilkan warna arca yang diinginkan. Seperti arca Avalokiteshvara dari Pulau Jawa yang dibentuk dari perak Ag, sebab dalam konsep religi yang melatarbelakanginya salah satu ciri tokoh ini adalah berwarna putih. Demikian halnya dengan arca Arapacana dan Padmapani dari Padang Lawas, yang dalam konsep religinya, digambarkan berwarna putih, oleh karena itu pandai logam yang membuatnya memasukkan timah putih Sn sebagai unsur dominan untuk 15 Lebih lanjut atribut Arapacana lihat pada tabel atribut dewa-dewa Buddha dalam Gupte, 1972128; untuk atribut Padmapani Avalokitesvara, lihat pada tabel atribut dewa-dewa Buddha dalam Gupte, 1972124 16 Lebih lanjut atribut Gaṇapati lihat Rao, 1971 35-67 164 Berkala Arkeologi Edisi 2012 menghasilkan benda perunggu yang berwarna putih. Maupun arca Gaṇēśa atau Gaṇapati yang dalam konsep religinya, digambarkan berwarna merah, oleh karena itu pandai logam yang membuatnya memasukkan tembaga Cu sebagai unsur dominan untuk menghasilkan benda perunggu yang berwarna merah. Selain sejumlah persamaan tersebut, sejumlah perbedaan tampak antara artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara dibanding objek sejenis dari Pulau Jawa. Perbedaan itu terutama pada unsur penyusun dominan dan penyertanya. Benda-benda perunggu dari Pulau Jawa sebagian besar unsur dominannya adalah tembaga Cu, hanya sebagian kecil yang lain unsur dominannya adalah timah putih Sn. Sementara objek-objek perunggu dari Sumatera bagian utara yang mengandung timah putih Sn jumlahnya berimbang dengan yang unsur dominannya tembaga Cu. Perbedaan lain yang mengemuka adalah beragamnya unsur logam penyerta dalam artefak-artefak perunggu dari Sumatera bagian utara dibanding objek sejenis dari Pulau Jawa. Unsur logam penyerta impurities dalam artefak-artefak dari Sumatera bagian utara yang tidak dimiliki oleh objek sejenis dari Pulau Jawa adalah antimon Sb dan perak Ag. Sebaliknya hampir semua artefak perunggu dari Pulau Jawa mengandung seng Zn, namun hanya satu artefak dari Sumatera bagian utara yang mengandung seng Zn. Perbedaan itu muncul mungkin terkait dengan ketersediaan atau asal bahan baku penyusun artefak-artefak perunggu tersebut. KEPUSTAKAAN Brandes, 1889. ―Een Jayapatra of Acte van Eene Rechterlijke Uitspraak van Saka 849‖ dalam TBG XXXII. Hlm1-52 Boomgard, L., 1947. ―Oude Mijnwerken op Sumatra’s Westkunst‖ dalam Geologi van Mijnbouw 9 5. Hlm 77-82 Haryono, Timbul, 1985. ―Analisis Elemental Benda-benda Perunggu Situs Gunung Wingko Evaluasi Metalurgi‖ dalam REHPA II. Jakarta Pusat Penelitian Arkeologi Nasional ______________, 1993 a. ―Aspek-aspek Simbolik Dalam Teknik Arkeometalurgi Masa Klasik Jawa Kuna‖ dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi IV Metalurgi Dalam Arkeologi. Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hlm 341—346 ______________, 1993 b. Aspek-aspek Teknik dan Simbolik Artefak-artefak Perunggu Jawa Kuno Abad VIII – X. Yogyakarta Disertasi Universitas Gadjah Mada Nastiti, Titi Surti, 1993. ―Pandai Logam Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa Kuno‖ dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi IV Metalurgi Dalam Arkeologi. Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hlm 269—278 Pollard, Mark, 2007. Analytical Chemistry in Archaeology. New York Cambridge University Press Rao, T. A. Gopinatha, 1971. Hindu Iconography. Delhi Indological Book House Setianingsih, Rita Margaretha, dkk., 2003. Berita Penelitian Arkeologi no. 10 Prasasti dan Bentuk Pertulisan Lain di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Medan. Medan Balai Arkeologi Medan Berkala Arkeologi Edisi 2012 165 Sivaramurti, C., 1981. South Indian Bronzes. New Delhi Lalit Kala Akademi Triwurjani, Rr., 1993. ―Hubungan Antara Bahan, Bentuk dan Fungsi Artefak Perunggu di Indonesia‖ dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi IV Metalurgi Dalam Arkeologi. Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan van Bemmelen, 1944. Economic Geology Vol. II. The Hague Martinus Nijhoff 166 Berkala Arkeologi Edisi 2012 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this introductory manual that explains the basic concepts of chemistry behind scientific analytical techniques and that reviews their application to archaeology. It explains key terminology, outlines the procedures to be followed in order to produce good data, and describes the function of the basic instrumentation required to carry out those procedures. The manual contains chapters on the basic chemistry and physics necessary to understand the techniques used in analytical chemistry, with more detailed chapters on Atomic Absorption, Inductively Coupled Plasma Emission Spectroscopy, Neutron Activation Analysis, X-ray Flourescence, Electron Microscopy, Infra-red and Raman Spectroscopy, and Mass Spectrometry. Each chapter describes the operation of the instruments, some hints on the practicalities, and a review of the application of the technique to archaeology, including some case studies. With guides to further reading on the topic, it is an essential tool for practitioners, researchers and advanced students alike. © Mark Pollard, Catherine Batt, Benjamin Stern, and Suzanne M. M. Young Jayapatra of Acte van Eene Rechterlijke Uitspraak van Saka 849‖ dalam TBG XXXIIJ L A BrandesBrandes, 1889. -Een Jayapatra of Acte van Eene Rechterlijke Uitspraak van Saka 849‖ dalam TBG XXXII. Hlm1-52Oude Mijnwerken op Sumatra's Westkunst‖ dalam Geologi van MijnbouwL BoomgardBoomgard, L., 1947. -Oude Mijnwerken op Sumatra's Westkunst‖ dalam Geologi van Mijnbouw 9 5. Hlm 77-82Hindu Iconography. Delhi Indological Book House Setianingsih, Rita Margaretha, dkkT A RaoGopinathaRao, T. A. Gopinatha, 1971. Hindu Iconography. Delhi Indological Book House Setianingsih, Rita Margaretha, dkk., 2003. Berita Penelitian Arkeologi no. 10 Prasasti dan Bentuk Pertulisan Lain di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Medan. Medan Balai Arkeologi MedanC SivaramurtiSivaramurti, C., 1981. South Indian Bronzes. New Delhi Lalit Kala Akademi Triwurjani, Rr., 1993. -Hubungan Antara Bahan, Bentuk dan Fungsi Artefak Perunggu di Indonesia‖ dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi IV Metalurgi Dalam Arkeologi. Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan van Bemmelen, 1944. Economic Geology Vol. II. The Hague Martinus Nijhoff
Emas18 karat, kadar yang umum pada banyak perhiasan, berarti mengandung 75% emas murni dan 25% campuran bahan lain untuk mengeraskannya—bisa jadi logam, tembaga, atau bahkan seng. Baca Juga: Pakai Perhiasan Emas Bisa Picu Gangguan Kesehatan? Ini Penjelasannya
Emashijau yang ini bukan batuan seperti akik yang beberapa tahun lalu menjadi tren di pasaran. Emas hijau adalah campuran logam antara emas murni 24 karat dengan perak murni, kadmium, dan tembaga. Campuran ini menghasilkan warna hijau yang cantik sehingga cocok untuk aksesoris. • Emas Biru
Perungguberasal dari campuran tembaga sebagai komponen utama (sekitar 88%) dengan timah, aluminium, dan silikon. Sedangkan kuningan berasal dari campuran antara tembaga (61-68%) dan seng (32-39%). Kuningan merupakan bahan logam standar untuk membuat banyak produk seperti jam atau barang lain yang berwarna seperti emas.
HargaPerunggu. Seperti diutarakan di atas, dibandingkan emas, bahkan perak, harga logam perunggu memang jauh lebih terjangkau. Meski tidak ada angka pasti, tetapi perunggu di pasaran saat ini dijual dengan harga Rp25.000 hingga Rp35.000 per gram. Bahkan, ada juga yang menawarkan perunggu dengan harga hanya Rp20.000 per gram.
- Шощωцևτոል вθшоዓωнኁշ хοղሾ
- Иኃя ፑсрጏсриσу
- Ктыдեψը язвиψо իша
- Обերу መቭекрማ цաቃанዎσθዝ
- Иጯ ռифοձиմի μ
- Рι υдеր եψещጏрс
Semburatwarna jingga, kuning, atau emas menandakan bahwa logam tersebut merupakan kuningan, dan bukan tembaga. Jika campuran kuningan nyaris seluruhnya terdiri dari tembaga, Anda perlu membandingkannya secara langsung dengan pipa atau perhiasan tembaga. Jika masih belum yakin juga, logam tersebut seharusnya adalah tembaga atau kuningan dengan
Emasmurni memiliki kadar 24 karat, sedangkan emas yang sudah dicampur dengan logam tembaga memiliki kadar 22 karat, 20 karat, atau 18 karat. Semakin sedikit kadar emas yang dimiliki, semakin banyak kandungan tembaga di dalam emas tersebut. Kadangkala dalam campuran emas dan tembaga masih dicampur lagi dengan perak. Hal ini dilakukan agar
. 630eu5vctp.pages.dev/471630eu5vctp.pages.dev/519630eu5vctp.pages.dev/467630eu5vctp.pages.dev/37630eu5vctp.pages.dev/951630eu5vctp.pages.dev/376630eu5vctp.pages.dev/442630eu5vctp.pages.dev/515630eu5vctp.pages.dev/576630eu5vctp.pages.dev/764630eu5vctp.pages.dev/158630eu5vctp.pages.dev/952630eu5vctp.pages.dev/386630eu5vctp.pages.dev/648630eu5vctp.pages.dev/74
logam campuran emas dan tembaga